A B O U T

Shaggydog adalah sebuah band yang terbentuk pada Tanggal 1 Juni 1997 di Sayidan, sebuah kampung yang terletak di pinggir sungai di tengah kota Jogjakarta. Band yang beranggotakan Heru, Richard, Raymond, Bandizt, Lilik dan Yoyo' ini sepakat untuk menyebut musik yang mereka mainkan sebagai “Doggy Stylee”, yaitu perpaduan antara beberapa unsur musik seperti ska, reggae, jazz, swing dan rock. Shaggydog dipengaruhi oleh band-band seperti Cherry Poppin Daddies, Hepcat, Bob Marley, dan Long Beach Dub Allstars.

 

Album Shaggydog pertama kali dirilis pada tahun 1999 dengan judul "Shaggydog" di bawah label Doggy House. Pada tahun 2001 album kedua berjudul "Bersama" dirilis.

Masa keemasan Shaggydog dimulai pada tahun 2003, yang dimulai dari pesta tahun baru di UPN Jogjakarta di mana sekitar dua puluh ribu penggemar Shaggydog yang disebut doggies membanjiri UPN. Kemudian dilanjutkan dengan Tour 8 Kota Shaggydog yang berlangsung dari bulan Maret (Semarang, Solo, Tegal, Salatiga, Purwokerto, Pekalongan, Jogjakarta, Magelang), membuat nama Shaggydog semakin melambung.

Dengan berbekal materi yang cukup matang, Shaggydog mengajak EMI Music Indonesia untuk melakukan kolaborasi agar musik yang dihasilkan Shaggydog dapat tersebar lebih luas. Kolaborasi ini akhirnya menghasilkan album ketiga Shaggydog dengan judul "Hot Dogz".

Lagu-lagu Shaggydog tidak hanya tersebar di Indonesia, tahun 2003 sebuah perusahaan rekaman di Jepang meminta salah satu lagu Shaggydog yang berjudul "Second Girl" untuk ikut kompilasi album "Asian Ska Foundation" yang berisi band-band ska se-Asia. Amat disayangkan album ini hanya beredar di Jepang. Dengan koneksitas manajemen yang bagus Shaggydog juga disertakan dalam berbagai kompilasi band-band yang terdapat di Eropa, yang antara lain adalah kompilasi "Banana Hits" yang dirilis oleh Republik Ceko.

Dimulai dari berbagai kompilasi dengan band luar negeri dan koneksi yang terjalin dengan baik, Shaggydog mulai dikenal di dunia internasional. Hal ini ditandai dengan didapatkannya kontrak dari Festival Mundial Production untuk menjalani tour selama bulan Juni di Belanda. Pada tahun tersebut, Shaggydog tampil kurang lebih empat belas kali di delapan kota di Belanda. Di negara ini pulalah Shaggydog juga berkesempatan untuk rekaman secara live di studio Wissellord, yang notabene adalah studio rekaman yang pernah digunakan oleh band-band papan atas seperti The Police, Metallica, dan Mick Jagger.

Pada tahun 2005 Shaggydog memutuskan untuk keluar dari EMI Indonesia yang menyebabkan keterlambatan dalam merilis album baru, sebelum akhirnya bergabung dengan Pops Recs untuk album mereka yang ke empat, dan sepenuhnya diproduseri oleh Shaggydog sendiri.

Pada tahun 2006, tepatnya dari bulan Maret hingga April, Shaggydog kembali diundang Festival Mundial Production untuk tour tunggal sebelas kota di Belanda Kemudian pada tahun 2009, tepatnya di akhir bulan Agustus Shaggydog diundang untuk tampil di acara Darwin Festival.

Pada bulan Agustus 2009 Shaggydog merilis album ke lima mereka yang berjudul "Bersinar" di bawah label Fame[1]. Perjalanan panjang dan berbagai hambatan yang telah menyertai karier Shaggydog selama ini telah membulatkan tekad para personel Shaggydog untuk lebih mempertajam taring mereka di industri musik. Dengan kemampuan musikalitas yang semakin berkembang dan berbagai pengalaman tour di Eropa telah menunjukkan kalau Shaggydog tidak hanya bisa diterima oleh penikmat musik di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia.

M E M B E R S

Heru Wahyono
(Heruwa)

Born : 20 April 1980
From : Yogyakarta
Personal : Married, 1 Children
Instrument : Vocals
Vitals : Black Eyes, Black Hair, 185 meters tall
STORY
CEK
GEAR

Sennheiser SKM 300 - 835 G3 Microphone

RAYMONDUS ANTON
(RAYMOND)

Born : Yogyakarta 09-09-1978
From : Yogyakarta
Personal : Married, 1 Children
Instrument : Lead Guitar
Vitals : Black Eyes, Black Hair, 165 meters tall
STORY

Di antara personel Shaggydog lainnya, Raymond lah yang paling ‘sporty’. Bagi Ayah dari Yael Bramantoro hasil pernikahannya dari Sabine Spijker 2015 lalu ini, berolahraga ialah hobi dan kesenangan selain bermusik. Hingga kini gitaris bernama lengkap Raymondus Anton Bramantoro ini masih rutin bermain futsal. Hampir setiap Rabu malam, Raymond bermain futsal dengan kawannya yang juga sesama musisi di Jogja. Sesekali ia juga aktif bermain skateboard. Hobinya pada olahraga papan luncur ini tidak sekedar main-main. Sewaktu SMA, Raymond pernah mengikuti kompetisi skateboard se-Asia Tenggara di Surabaya. Ia juga pernah meraih juara 3 skateboard di acara Planet Surf yang digelar di Mandala Krida, Yogyakarta. Hobi skateboard ini pulalah yang suatu kali menyebabkan tangannya patah, dan tidak bisa ikut di salah satu show Shaggydog.

Musisi kelahiran Yogyakarta, 9 September 1978 ini merupakan bungsu dari empat bersaudara. Masa kecil Raymond dihabiskan di selatan kawasan terminal Umbulharjo (kini XT Square) Yogyakarta. Ia dibesarkan oleh keluarga yang sederhana. Ayahnya, Leonardus Soetopo merupakan karyawan Bank Indonesia, dan ibunya, Mamik Laminem ialah seorang Ibu Rumah Tangga. Darah musik ia dapatkan dari Kakek dan Neneknya yang kerap bermain musik keroncong. Di rumah, keluarganya juga gemar bermain musik. Semua saudaranya bisa memainkan instrumen musik, Ayahnya bermain gitar, dan ibunya menyanyi. Setiap baru gajian, Ayahnya selalu mengajak Raymond ke toko kaset dan membeli album-album favorit. Koleksi keluarganya beragam, mulai Nat King Cole, Ermy Kulit, hingga Lilies Suryani.

Masa kecil Raymond dengan keluarganya sangat harmonis, tak jarang sehari-hari banyak anak muda yang datang ke rumahnya untuk belajar gitar, maupun sekedar meminta tolong ke ayahnya untuk menyetem gitar.

Tahun 2009 Ayahnya meninggal dunia, selang beberapa bulan sang ibunda menyusul kembali ke hadiratNya. Untuk mengenang keduanya, Raymond yang kini gemar mengoleksi vinyl, rajin berburu album-album musik yang menjadi favorit kedua orangtuanya.

Kaset yang pertama dibeli Raymond ialah album ‘Black’ milik Metallica, saat itu ia masih duduk di bangku SMP. Di saat bersamaan ia mulai belajar gitar dari kakaknya, Alexander. Meski ia masih sulit untuk memegang kord gitar, namun karena melihat kakaknya yang sudah mahir, kemauannya belajar gitar semakin tertantang. Sewaktu SMP pula ia pertama membentuk band bersama teman-teman SD-nya, band yang bernama ‘Jibres’ tersebut namanya datang begitu saja dari spontanitas. Setiap hari minggu mereka menyewa studio musik, dan latihan sepuasnya.

Ketika SMA, bersama teman sekolahnya, Heru (vokalis Shaggydog), ia sering main ke Sayidan. Di sana ia berkenalan dengan Bandizt (bassist Shaggydog) dan membentuk band bernama Lampoe. Saat itu band favoritnya ialah Pearl Jam dan Collective Soul, sedangkan lagu favoritnya ialah ‘Sampah’ milik Netral. Ketika era Punk mewabah, mereka pun banting stir, mulai bergonta-ganti warna rambut, dan memainkan Rancid, lalu membentuk Shaggydog. Setelah lulus SMA, Raymond memilih untuk tidak melanjutkan ke bangku kuliah, dan ketika jadwal Shaggydog sudah mulai padat, ia memutuskan untuk fokus di dunia musik.

Di Shaggydog, Raymond mengaku yang paling rewel untuk urusan musik. Jika ada sesuatu yang mengganggu telinga, maka lagu tersebut langsung ia aransemen ulang. Ia juga yang bertanggung jawab atas nada-nada di lagu-lagu seperti ‘Kembali Berdansa’, dan ‘Tonight’. Biasanya ia menyerahkan beberapa aransemen musik yang kemudian disempurnakan bersama oleh personel lainnya. Menurutnya antar personel Shaggydog ada ‘chemistry’ yang sangat kuat, biasanya hanya dengan kontak mata, musik akan langsung mengalir. Meski terkadang ada perdebatan dan perbedaan pendapat antar personel, hingga tak jarang suasana jadi memanas, namun hal tersebut bisa diselesaikan pada hari itu juga. “Para personel Shaggydog itu saling pengertian dan saling menghromati,” ujar Raymond.

Bagi Raymond bermain musik itu ‘bebas’, tanpa beban sebagaimana yang ia lakukan bersama Shaggydog. “Namanya juga main musik,” tegasnya.

Kecintaan Raymond pada musik metal pun tidak ditinggalkan begitu saja, beberapa kali ia tampil dengan distorsi gitarnya bersama band hardcore kawakan asal Jogja, Something Wrong.

Saat ini menurut Raymod, citra Shaggydog sudah terbentuk apa adanya. Meski banyak membuat ‘gimmick’ namun untuk urusan musik, band ini sudah tahu arahnya akan kemana, karena ada benang merahnya: Jamaican Music. (*)

GEAR

Guitar:fender Jaguar

           :fender telecaster

Ampli: marshall jcm 900

Efect : MXR GT-OD (Jim     Dunlop)

          :caveman overdrive (oddfellow)

          :DC10 Ciok

          :MXR ten band EQ (Jim dunlop)

          :TU-2 (Boss)

          :OD-808 (Maxon)

          :DOD envelope filter 440 (Digitech)

           :Nova Delay (TC electronic)

            :RV-5 (Boss)

Line 6 relay G-50 Digital Wireless

ODYSSEY SANCO
(BANDIZT)

Born : 09 Oktober 1972
From :
Personal : Maried
Instrument : Bass
Vitals :
STORY

Masa kecil Bandizt sering berpindah-pindah dari satu kota ke kota lainnya. Pembetot bass Shaggydog ini pernah tinggal di Jakarta, Yogyakarta, dan Kalimantan. Namun setelah kedua orangtuanya memutuskan untuk berpisah, sejak kelas 4 SD pemilik nama lengkap Aloysius Odissey Sancho ini tinggal bersama neneknya di Sayidan, Yogyakarta. Sewaktu SMP, Bandizt terbawa arus teman sepermainannya dan menjadi anggota genk pemuda lokal. Karena menjadi yang paling muda, ia kerap disuruh-suruh untuk mencari dan membeli minuman keras. Saat itu Bandizt juga aktif berolahraga dan masuk klub sepakbola GAMA yang rutin latihan di kampus UGM. Namun sayangnya sehari sebelum mendaftarkan diri ikut PSIM junior, ia terjatuh dari bis kota yang mengantarnya usai latihan dari UGM ke rumahnya di Sayidan. Hal tersebut membuatnya cidera kaki dan tidak lagi melanjutkan kegiatannya tersebut.

Semasa sekolah Bandizt sering nongkrong di berbagai tempat, bahkan kerap tidak pulang ke rumah setiap malam minggu. Meski begitu neneknya cukup galak dan sering memarahi polah tingkahnya. Di akhir 90-an, karena tidak mendapat uang jajan lebih untuk nongkrong, ia sempat menjadi loper koran. Bandizt sempat mengecap bangku kuliah selama lima semester di STIE YKPN angkatan 94. Namun karena lebih fokus bermusik bersama Shaggydog, ia tidak melanjutkan pendidikan formalnya.

Musisi yang kerap disapa ‘Pakde’ oleh rekan-rekannya ini merupakan kakak angkatan dari Raymond, Heru, dan sepupunya Richad di SMA Marsudi Luhur. Ketika era Punk mewabah, teman-temannya termasuk tiga personel Shaggydog itu sering main ke rumah Bandizt untuk gonta-ganti warna rambut, kebetulan saat itu ibunya membuka usaha salon. Sewaktu SMA bersama Raymond, dan Aji, ia mendirikan band bernama Lampoe. Karena kewalahan mengisi bass dan vokal, band ini mengajak Heru sebagai vokalis, dan tak lama kemudian Richad bergabung sebagai gitaris. Setelah menyaksikan film klasik hitam putih berjudul ‘The Shaggy Dog’, atas kesepakatan rekan-rekannnya, dia mengubah nama Lampoe menjadi Shaggydog. Saat ini selain menjadi juru bicara bandnya, Bandizt juga menjadi Direktur PT Putra Bersinar Bersama, perusahan yang menaungi divisi bisnis Shaggydog.

Setelah peristiwa erupsi Merapi 2010, dan banyak melihat banyak satwa yang bernasib kurang baik, Bandizt melakukan misi ‘rescue’ terutama untuk anjing-anjing terlantar. Bersama istrinya Dessy Zahara Angelina dan enam rekannya, Bandizt mendirikan Animal Friends Jogja (AFJ) sebagai wujud kepeduliannya terhadap banyaknya kasus kekerasan terhadap satwa. Kegiatan yang dilakukan oleh AFJ ini antara lain adalah melakukan kontrol populasi dengan cara mengambil kucing atau anjing liar untuk disteril agar tidak beranak pinak. Selain itu juga ada kunjungan ke sekolah-sekolah untuk memberikan edukasi tentang cara memperlakukan satwa dengan benar. Mereka juga kerap melakukan aksi dan beragam kampanye seperti, ‘Dogs Are Not Food’, menolak pertunjukan sirkus lumba-lumba, dan lainnya. AFJ juga memiliki rumah singgah bagi satwa terlantar sebanyak lebih kurang 30 ekor anjing dan 60 ekor kucing.

Sejak menjadi aktivis pecinta satwa dan banyak belajar tentang hidup sehat, Bandizt memutuskan untuk menjadi seorang vegan yang tidak mengonsumsi produk apapun dari bahan hewani. Baginya selain bisa lebih dekat dengan alam dan satwa, dengan menjadi vegan juga lebih bisa menghargai hidup. Program-program AFJ ini juga sejalan dengan rekan-rekannya di Shaggydog, karenanya setiap kampanye, AFJ pasti didukung oleh Shaggydog. Selain itu untuk membantu kegiatan AFJ, Bandizt juga membangun ‘Omah Jegok’ sebuah guesthouse yang selalu ramai, baik oleh tamu domestik maupun mancanegara. 20% dari pemasukan Omah Jegok dialokasikan untuk kegiatan AFJ. Saat ini ia juga mulai belajar membudidayakan jamur tiram di belakang halaman rumahnya.

Tidak hanya itu, Bandizt juga mendirikan restoran bernama Simple Plan Vegan Kitchen yang terletak di Jalan Prawirotaman. Lewat restoran tersebut ia ingin mengajak masyarakat mencoba makan makanan sehat tanpa daging dan unsur hewani lainnya. Keinginan Bandizt ke depannya adalah ingin AFJ bubar, yang berarti masalah kesejahteraan satwa sudah selesai.

GEAR

Bass precision fender

Jazz bass fender

Ampli:

Ampeg AVT210AV bass speaker cabinet stack

peave TKO 115

DI box radial J48

Boss Bass equalizer

Boss Bass chorus

RICHAD BEARDNADO
(RICHAD)

Born : 20 April 1980
From :
Personal : Married, 1 Children
Instrument : Guitar
Vitals :
STORY

Sebagai gitaris, kontribusi Richad di Shaggydog sangat besar. Bersama rekan-rekannya ia menulis beberapa lagu hits untuk band ini seperti, 'Hey Cantik', dan 'Anjing Kintamani'. Pria bernama lengkap Richad Bernado ini lahir di Yogyakarta, 2 April 1977. Ia lahir dan besar di Kampung Sayidan, saat itu ayahnya yang akrab dengan panggilan Pakde Santo bekerja di pabrik tembakau. Sewaktu Richad kecil, ayahnya aktif bermain musik keroncong dan dangdut. Namun kini, lelaki yang menghiasi sampul album 'Putra Nusantara' tersebut banting stir ke musik blues. Sedangkan ibunya bekerja di toko Sony Cassettes & Video di bilangan Pakualaman. Tak jarang ibunya membawa pulang kaset-kaset pop barat seperti Bee Gees dan ABBA. Namun yang disukai Richad saat itu adalah Daniel Sahuleka. Dari ayah dan ibunya inilah darah musik Richad tumbuh, mengalir, dan berkembang.

Sejak kecil Richad akrab dengan saudara-saudara sepupunya, termasuk Bandizt (bassist Shaggydog). Hobi mereka ialah berolahraga seperti, kasti, basket, hingga sepakbola. "Saat itu di Jogja masih banyak lapangan untuk bermain," kata Richard mengingat masa kecilnya.

Richad mulai bermain gitar setelah berkenalan dengan seseorang bernama Amir, mahasiswa asal Brebes yang kost di rumah neneknya. Saat itu, Richad yang masih sekolah di SMP Bopkri 1 ini diharuskan menghafalkan tiga kord gitar setiap harinya. Menurut Richad, pelajaran yang diberikan Amir seperti di tempat kursus gitar. Ia juga belajar banyak lagu, mulai yang sederhana, hingga pop kreatif macam Kla Project yang populer saat itu. Namun Richad lebih suka belajar yang mudah-mudah, ia pun terus belajar gitar secara otodidak.

Ketika SMA kelas tiga ia mulai berkenalan dengan Heru dan Raymond yang merupakan satu almamater di SMA Marsudi Luhur. Mereka kerap nongkrong di Sayidan dan melakukan banyak hal konyol bersama. Namun sebelum diajak bergabung sebagai gitaris di band yang digawangi Heru, Raymond, dan Bandizt, Richard sudah bermain band bersama kawan-kawannya. Saat itu ia bermain bass dan meng-cover lagu-lagu rock milik Mr Big dan Bon Jovi.

ketika era Punk mewabahi anak muda di Yogyakarta, Richad pun terkena imbasnya. Banyak cerita menarik yang dialaminya pada era tersebut. Suatu ketika genk-nya Richad bermasalah dengan kelompok punk lain di Jogja. Saat itu ia sempat di sandera di kawasan Mandala Krida, namun untungnya tidak terjadi apa-apa. Masalah pun cepat terselesaikan. Bahkan hingga sekarang ia berkawan akrab dengan kelompok yang pernah menyanderanya tersebut.

Dalam membuat lagu untuk Shaggydog, fans berat Bob Dylan ini mengaku terinspirasi dari musik-musik yang ia dengar, lalu mengembangkannya hingga menjadi lagu baru yang menarik. Di balik kesuksesan Shaggydog, Richad mengaku kadang merasa malu jika bertemu banyak orang dan dikerubuti penggemar, terutama jika dengan berjalan sendirian. Sejak dulu Richad dikenal sebagai sosok yang tidak pilih-pilih teman, semua orang dari berbagai kalangan bisa akrab dengan bapak satu anak ini.

Sebagai gitaris tentunya Richad memiliki banyak koleksi gitar dari berbagai merk ternama seperti Gibson dan Fender, namun saat ini gitar yang ia gunakan ialah Radix, sebuah gitar kustom buatan lokal. Selain bangga menggunakan gitar buatan lokal, menurutnya Radix tahu bagaimana sound yang benar-benar cocok untuknya.

Di luar kesibukannya bersama Shaggydog, Richad sangat hobi dengan vespa. Tahun 2009, ia sempat bergabung dengan klub vespa bernama 'Tim Sakit'. Ia menyukai kebebasan ketika mengendarai Vespa Super 1964 berwarna merah miliknya yang diberi nama 'Cherry Drop'. Gitaris yang gemar menonton film ini juga mengoleksi banyak vinyl, terutama tembang-tembang klasik dari band-band Punk, Rockabilly, dan Reggae. Ia amat menyukai lagu-lagu milik Tom Waits dan Johnny Cash.

Di sisi bisnis, Richad sempat memiliki sebuah clothing bernama Dollardance, namun setelah lama tidak aktif, kini ia membuat brand baru yang diberi nama 'Doggies Army'. Ke depannya, ia ingin agar Shaggydog dapat lebih kaya akan warna musik. Hal tersebut juga untuk mengajak pendengar dan penggemarnya mau belajar menerima banyak ragam warna musik. 
GEAR

Guitar:

-fender telecaster

-Radix

Amp:

-Marshall Vintage

-Modern

Efect:

-Cry Baby Model

-GCB-95.

-Boss Digital Delay DD-3

-Boss Super Overdrive SD-1

-Boss Blues Drive BD-2

-Boss Equalizer GE-7

-Perception wireless 45 (AKG)
SATRIYA HENDRAWAN
(YOYO)

Born : 21 April 1980
From :
Personal : Married, 2 Children
Instrument : Drums
Vitals : Black Eyes, Black Hair, 170 meters tall
STORY

Masa kecil Yoyok dihabiskan di kawasan pinggir Kali Code. Saat itu ia tinggal di Selatan Jembatan Kewek Jalan Mataram Yogyakarta. Setiap hujan datang, ia selalu ‘Ngeli’ dengan kawan-kawannya. ‘Ngeli’ ialah permainan menyusuri arus kali, tak jarang ia juga ‘nyebur’ mengikuti arus kali hingga depan rumahnya. Keluarga besarnya merintis usaha barang antik seperti; lukisan, wayang, dan sebagainya. Ayahnya ialah seorang pengrajin kulit yang membuat barang-barang seperti; tas, dan sabuk. Namun setelah Ayahnya meninggal dunia pada tahun 2000 silam, sebagai anak satu-satunya, Yoyok tidak melanjutkan usaha tersebut. Ia lebih memutuskan untuk hidup di dunia musik.

Sebelum bergabung bersama Shaggydog, Yoyok adalah drummer Brutal Corpse, band Jogja yang mengusung genre ‘Brutal Death Metal’. Jejaknya di dunia musik dimulai sejak ia belajar drum secara privat di sebuah studio lokal. Saat itu musisi kelahiran Yogyakarta, 21 April 1980 ini masih duduk di bangku SMP. Karena alasan jarak yang jauh, dan ia harus mengayuh sepeda dari rumahnya di kawasan Jalan Mataram menuju daerah Ngasem, Kraton, maka Yoyok memutuskan berhenti les drum. Setelah SMA, minatnya pada alat musik tabuh ini seakan tak bisa dibendung, pria bernama lengkap Yustinus Satria Hendrawan ini pun akhirnya kembali belajar drum secara privat di Jalan Suryodiningratan. Gurunya saat itu adalah teman bapaknya, seorang mahasiswa ISI Yogyakarta jurusan perkusi.

Saat itu Yoyok mengajak teman-teman sekolahnya di SMA Bopkri 2 untuk membuat band sendiri yang memainkan repertoir album "¾" milik Gigi. Ketika seorang kakak kelasnya bergabung menggantikan gitaris sebelumnya yang kurang serius bermain band, referensi mereka pun bergeser ke alternative rock, band rujukannya ialah Pearl Jam, band ini tercatat hanya sekali tampil di acara lustrum sekolah mereka.

Ketika SMA, Yoyok menggemari musik Black Metal setelah menyaksikan penampilan band lokal, Legion Lost yang kemudian berubah nama menjadi ‘Mistis’. Ia juga sering nongkrong di Kotamas, kawasan Malioboro yang menjadi basis tongkrongan skena metal Jogja yang bernaung dibawah komunitas Jogja Corpse Grinder.

Setelah berkenalan dengan Jordan dan Enrico (keduanya sudah meninggal), Yoyok sering nongkrong di Studio Lexrost, yang saat itu menjadi basis band-band Hardcore. Bersama Jordan, Anto, dan Michael, Yoyok membentuk band bernama Scumbag, yang mengusung New School Hardcore seperti, Sick Of It All dan Gorilla Biscuits. Saat itu Anto juga merupakan personel dari Brutal Corpse yang lebih sering manggung berbagai di gigs. Yoyok diperbantukan sebagai kru band tersebut. Setelah drummer sebelumnya dipecat karena alasan kedisiplinan, Yoyok didaulat sebagai drummer utama Brutal Corpse, dan turut membidani album ‘In Your Anus My Penis Curses’ (1998).

Perkenalannya dengan para personel Shaggydog bermula ketika Brutal Corpse dan Shaggydog merilis album ‘Yogyakarta United Underground (1998)’, album kompilasi yang berisi band-band bawah tanah Yogyakarta dari berbagai genre. Di era itu, Yoyok belum pernah mengenal genre Ska, Ia justru mendapat banyak info tentang subkultur ini dari Soetik (Something Wrong) yang saat itu bekerja di Studio Lathaga. Pada suatu sore ketika sedang nongkrong di Jalan Kaliurang, ia ngobrol dengan Richad dan saling menanyakan kabar band masing-masing. Richad bercerita bahwa saat itu posisi drummer Shaggydog sedang kosong, dan Yoyok menawarkan diri untuk membantu di posisi drums.

Sejak saat itu ia sering nongkrong di Sayidan, dan dipinjami belasan kaset oleh Bandizt. Kaset-kaset seperti; The Specials, Operation Ivy, Bad Manners, Madness, dan sebagainya tersebut ia ‘bajak’ di ‘double  cassettes tape deck’ miliknya. Di rumah, lagu-lagu referensi tersebut langsung dikuliknya. Sejak saat itu Yoyok sering membantu mengisi drum untuk Shaggydog yang sedang ditinggal Aji, drummer mereka. Tak jarang Brutal Corpse dan Shaggydog tampil di panggung yang sama. Suatu ketika setelah tampil bareng Brutal Copse, Yoyok manggung bersama Shaggydog tanpa sempat berganti kostum. Hal tersebut sempat jadi gunjingan di skena underground Yogyakarta, namun bagi Yoyok “Anjing Menggonggong, Kafilah berlalu”, ia tetap cuek dan asik di balik drum setnya.

Shaggydog kemudian mendaulat Yoyok sebagai drummer resmi mereka, yang akhirnya membuat Yoyok meninggalkan Brutal Corpse. Keputusannya untuk memilih bermusik bersama Shaggydog karena musik Ska baginya jauh lebih menantang. Ia yang terbiasa main drum dengan tempo yang cepat, kencang, dan keras, harus belajar lebih groovy.

Yoyok sempat dua kali mendaftar kuliah di jurusan perkusi ISI Yogyakarta, namun gagal. Akhirnya karena dipaksa dan dibiayai tantenya, ia melanjutkan kuliah di jurusan Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Karena jadwal Shaggydog cukup padat, ia seringkali bolos kuliah, hingga tepaksa di DO setelah menjalani kuliah selama dua semester.

Sekitar tahun 2005, tren musik Ska mulai menurun yang berakibat jadwal manggung Shaggydog yang berkurang. Yoyok mulai sering nongkrong di Studio Alamanda. Di sana ia berkenalan dengan banyak musisi dan membantu di beberapa proyek musik, di antaranya mengisi drum untuk album solo Pongky dan Icha (keduanya ex-Jikustik), Ia juga pernah membentuk band bersama Dory Soekamti yang memainkan Pop Punk seperti; Blink 182 dan Sum 41. Dengan modal mampu membaca not, Yoyok juga menjadi pengajar drum semi formal di studio Alamanda. Murid-muridnya saat itu di antaranya; Adit (Kyai Kanjeng), Ari Hamzah (Fun As Thirty/ eks Endank Soekamti) dan Tony Sapuro (Bre/ Endank Soekamti). Ketika jadwal Shaggydog kembali padat, satu persatu muridnya pindah ke guru yang lain.

Setelah Memet berhenti sebagai manajer Shaggydog, Yoyok berinisiatif untuk menjadi booking agent untuk bandnya. Namun karena kesibukan lain, pekerjaan tersebut diestafetkan ke Bandizt. Saat ini selain menggebuk drum, Yoyok mengurus segala administrasi dan perihal legal formal lainnya seperti pajak, dan pembukuan.

Selain bermain drum, nyaris tak ada hobi lain dari Yoyok, meski sering terlihat membawa kamera Fuji Mirrorless kemana-mana, namun belum tentu ada foto yang dihasilkannya. Kesukaan lainnya adalah membaca buku, ada satu buku yang sudah berkali-kali ia baca tanpa rasa bosan, yakni ‘Bertuhan Tanpa Agama’ karya Bertrand Russell.

Dari pernikahannya dengan Magdalena Farida Elisa pada 2007, Yoyok dikaruniai anak lelaki Aquila Mahesa Hendrawan, dan putri bernama Mahasara Adimba Hendrawan. Baginya “Mati Urip, Nge Drum!”.
GEAR

Drums Custom Maple

Kick 20x20

Octoban 6x5

Tom 12x5.5

Floor 16x14

Snare OCDP 14x5.5 Maple

Snare Ludwig Black Beauty 14x5 Brass on Brass

Snare SMDC Brass 14x5

Cymbal

Paiste Signature Combo Crisp Hihat 12inc

Paiste Signature Dark Crisp Hihat 13inc

Paiste 2002 Crash 18inc

Paiste Signature Power Crash 18inc

Paiste Signature Blue Bell Ride 22inc

Zildjian K Crash Ride 20inc

Paiste Alpha Medium Swiss Crash 18inc

Paiste Signature Splash 8inc

Paiste 2002 Accent Cymbal 6inc

LILIK SUGIARTO
(UMBEL)

Born : 23 September 1978
From :
Personal : Married, 2 Children
Instrument : Keyboard
Vitals :
STORY

Lilik adalah satu-satunya personel Shaggydog yang mengecap pendidikan musik secara formal. Darah musiknya sudah diasah sejak kecil. Ayahnya, Supardi, ialah pembuat alat musik yang juga pimpinan kelompok musik keroncong. Sedangkan ibunya, Sutinah adalah seorang penyanyi keroncong. Sejak SD, kibordis Shaggydog ini sudah menguasai semua instrumen musik keroncong. Pada waktu duduk di bangku SMP, musisi bernama lengkap Lilik Sugiyarto ini belajar biola di Kusbini, tempat kursus yang dikelola oleh keluarga musisi yang menciptakan lagu-lagu perjuangan tersebut. Kala itu pemuda asli Sorosutan Yogyakarta ini diajar langsung oleh Mas Doso, putra Kusbini. Musisi kelahiran Yogyakarta, 23 September 1978 ini juga terlibat di orkes keroncong Puspa Jelita pimpinan ayahnya.

Tahun 1995 Lilik melanjutkan pendidikan musiknya di jurusan biola Sekolah Menengah Musik (SMM) Yogyakarta. Saat itu ia mulai tertarik memainkan piano. Orkes keroncong Puspa Jelita pimpinan ayahnya kemudian berkembang menjadi kelompok campursari, kelompok musik ini beranggotakan Lilik dan keluarga besarnya. Di kelompok campursari tersebut Lilik mendapat posisi sebagai pemain kibor. Ketika bendera Shaggydog sudah berkibar dan memiliki jadwal yang padat, Lilik tetap aktif menjalani aktifitas musikalnya bersama kelompok musik Puspa Jelita. Bahkan ia terlibat di dua album mereka yang berjudul ‘Keroncong Aseli’ (1997), dan album campursari ‘Gudeg Ayu’ (1998).

Lagu-lagu Puspa Jelita hingga kini masih sering diputar di radio-radio lokal. Kedua album tersebut direkam di Studio Retjobuntung Yogyakarta dan diproduseri oleh Ahonk, seorang cukong asal Semarang. Namun sayangnya, hingga kini Lilik tidak memiliki album fisik dari karya-karyanya tersebut. Hal yang disayangkannya lagi ialah setelah peristiwa gempa 2006, banyak alat musik campursari milik grupnya yang rusak dan berhancuran.

Meski saat ini Puspa Jelita tidak terlalu aktif pentas, namun Lilik dan keluarganya masih sering bermain musik bersama. Namun begitu orkes keroncong mereka sesekali masih tampil di berbagai hajatan, mulai festival budaya hingga acara resepsi perkawinan. Tak jarang Lilik juga menjadi pemain elekton yang memeriahkan pesta-pesta perkawinan.

Sewaktu kecil, Lilik aktif bermain sepakbola dan bergabung dengan klub PS Mas yang rutin latihan di lapangan Minggiran. Berada di posisi sayap, Lilik sempat menjadi pemain inti untuk turnamen U-16 PSIM Yogyakarta. Namun setelah sekolah di SMM, ia tidak melanjutkan aktifitas olahraganya karena takut cidera dan tidak bisa bermain musik.

Semasa sekolah, Lilik sempat menjadi kru Meto, band pop progresif para siswa SMM yang selalu menjadi jawara di berbagai festival musik. Saat itu subkultur Punk sudah mewabah anak muda Jogja, meski tertarik namun Lilik tidak pernah ikut-ikutan bergaya punk, selain takut dimarahi guru, jiwanya saat itu masih kuat dengan musik klasik.

Persinggungan Lilik dengan personel Shaggydog dimulai sejak ia dikenalkan dengan Raymond oleh tetangganya. Hampir setiap sore, usai jam belajar di sekolahnya, Lilik menyempatkan diri nongkrong di SMA Marsudi Luhur, tempat Raymond dan Heru sekolah. Karena belajar di sekolah musik, Raymond mengajak Lilik untuk bergabung dengan Shaggydog. Saat itu Lilik belum pernah mendengar musik Ska, baginya musik asal Jamaika itu aneh dan lucu. Ia seperti mendengarkan musik-musik di pertunjukan sirkus, atau musik latar untuk film komedi. Beberapa materi langsung dikuliknya, ia bahkan menawarkan untuk mengajak tiga teman sekolahnya dari jurusan alat musik tiup SMM untuk bergabung.

Selepas sekolah di SMM, Lilik melanjutkan kuliah di jurusan etnomusikologi ISI Yogyakarta, namun karena sibuknya jawal Shaggydog saat itu dan ia merasa salah mengambil jurusan, ia tidak melanjutkan kuliahnya hingga mendapat surat DO dari kampus. Setelah menjalani perkuliahan, ia menyadari bahwa di jurusan tersebut tidak menjadikan mahasiswanya sebagai musisi, namun menjadi peneliti (etnomusikolog), akhirnya ia memutuskan untuk fokus nge-band.

Peran Lilik di era awal Shaggydog ialah membuat aransemen brass section dan menyempurnakan materi-materi mentahan dari rekan-rekannya. Ia juga turut menyumbang lagu; ‘Doggy Doggy’, dan ‘Damai Sejahtera’ ialah lagu yang diciptakan oleh Lilik, baik musik dan liriknya. Karena menguasai ragam instrument keroncong, Lilik juga memberikan warna khusus bagi Shaggydog. Hal inilah yang membedakan corak musik Shaggydog dengan band ska lainnya.

Lilik juga memiliki banyak kesibukan lain selain bermusik. Ia kerap menjadi makelar untuk rumah limasan dan joglo. Jika ada yang berminat mencari limasan dan joglo, ia langsung mengantarkan calon pembeli tersebut ke lokasi. Ia juga memiliki usaha batik dan mengelola warung makan pecel lele bersama istrinya Meta Kusmiati. Dari perkawinannya, Lilik memiliki dua anak Muhammad Naufal Sugiyarto dan Zafira Husna Sugiyarto. Kini selain ingin menjadikan kampungnya di Plumpungrejo sebagai kampung wisata, Lilik juga berencana untuk membuka restoran yang menyajikan makanan khas Palembang seperti; tekwan, ikan pindang, tempoyak, dan sebagainya.
GEAR

-Hammond Xk 1c

-Yamaha MOX 6

-Pedal sustain

-amply 

: Rolland KC 550

: peavey 300 kb